Senin, 11 Januari 2010

Tak Sanggup Berkata Apa...

Aku Datang, Bapak!

Bapak....
Aku putrimu, aku berjalan berpuluh ribu kilometer untuk sajak ini.... Aku berdarah-darah, tercabik oleh zaman, kakiku ngilu Bapak! Di tanah rantau aku tak tahu ke mana arah, di mana suara petuah mu? Aku terlempar jauh dari syahadat dan salat. Aku di tendang oleh cinta, aku ditujah perasaan, aku dihantam ketidak berdayaan...
Tapi,
Karena selembar tulisanmu aku tetap kokoh walau nasib masih erat mencekik ku...
Bapak...
Aku putrimu, aku datang untuk mengadu, waktu aku ciptakan sajak ini, aku masih terkoyak-koyak takdir Bapak...! Putrimu Bapak... Aku ini PUTRIMU... bukan PUTRAMU!


Pengembara Senja

Berjumpa denganmu...
Tasik yang ku abaikan
Lepas aku mengembara dan tiba di muara senja

Aku merantau, menetas dari pangkuan ibu
Berbekal kain jarik yang dulu dipakai ibu untuk membopongku, aku berlalu
Ku tegakkan kain itu ke atas
Menuju biru langitMu
Tanpa henti badai topan mengoyak kainku
Awan berbondong-bondong menghantam kepalaku
Burung-burung mencabuti serat-serat kainku, aku, dan rambutku lembar demi lembar
Namun aku tak goyah untuk kembali ke bawah!

Sampai, dari tanah...
Pikiran ibu terbang menyentuh selendangku
"Pulanglah, Nak..."
Yah... aku tak bisa mengelak lagi...
Aku pun kembali
Selepas tiba di muara senja
Dan kini kujelajahi malam di tasik milik Ibunda...

Gradien Sepi

Aku ingin bercinta dengan angin
Jemarinya akan membuaiku tanpa pernah meninggalkan jejak lain
Di satu sisi angin menari pada sulur-sulur rambut dan merasuki kepalaku
Hebat!
Api di kepalaku di renggutnya sampai padam
Pelan-pelan...
Otakku yang meleleh menjelma kembang setaman
Anyir jadi semerbak
Wangi angin, di taman maharaja

Aku ingin bercinta dengan angin...
biar sepi cepat menetas jadi sepi yang lain
biar cemas melarikan diri dan membuka jeruji jiwaku darinya... dan jiwa ini menapak
ke cemas yang lain...

Tirani Kasta


Apa yang akan dikatakan oleh sandal jepit yang tinggal sebelah itu?
Tidak ada...
Selain...
"hatiku terkafan dalam sepi"
Dan arloji yang kehilangan jarumnyapun tahu
Betapa nestapa sandal yang tinggal sebelah itu
Walaupun dirinya juga tengah terperangkap dalam sepi yang serupa...
Tiba-tiba...
Sandal jepit menginginkan arloji untuk saling mengisi
Arlojipun demikian
Tapi...
Frekuensi kemusnahan sandal jepit akan melejit bila ia menjadi sandal jepit
Atau...
Haruskah setengah raga dari separuh nyawa milik sandal jepit dicabik-cabik agar dapat menjadi jarum arloji?
Keduanya sama termangu
Tersesat dalam rimba takdir, langit nasib, dan 7 skala richter gempa perasaanya...



Gerimis Dan Kamu


Dalam gerimis
kutiti nadiku sendiri
yang berdetak karena tatapmu...
Aku cinta senyumu itu...
Nadiku masih mendetaki gerimis
seakan-akan memainkan nada
namamu...
aku cinta senyumu itu...


Rahasia Rumah Bambu


Anak kecil yang menggendong papan keyboard itu tak pernah tahu laju mesin jahit yang disuarakan ibunya. Yang ia tahu, papan keyboard itu begitu cantik, walau tak berambut seperti barbie dalam televisi tua itu. Papan keyboard itupun merasa cantik dalam gendogan anak kecil itu, walau tombol-tombolnya kebanyakan telah tanggal atau leleh terbakar, ompomg seperti gigi anak kecil itu. Tapi, ia tetap merasa cantik. Tidak seperti mesin jahit yang disuarakan ibunya. Ibu anak itu...
Disudut ruangan, meja yang kakinya termakan usia, berdiam. Coba merenungi anak kecil yang menggndong papan keyboard dan mesin jahit yang tak berhenti berdecit. Ia bahkan tak merasa lebih cantik daripada papan keyboard usang dalam balutan kain kumal anak itu.
Dengan terputus-putus mesin jahit memaki-maki kain yang terpotong-potong dalam genggama ibu. Juga ada sebagian dirinya yang menjerit-jerit, terinjak-injak kaki ibu, yang katanya ada sorganya.
Tapi...
Apakah sorga itu berada di dekat papan keyboard yang digendong anak kecil? Atau satu meter dari meja yang kakinya termakan usia?

Lampung I'm In Love

Menjumpai kamu...
Seminung dalam bening Ranau
Di kilapan air danau, muncul senyummu
Senyum yang ku bawa dari Bandar Lampung
Kota perantauanku...
Di bisu seminung kurasakan heningmu
Cinta yang ku pungut dari Pringsewu
Desa kelahiranku...
Perasaan itu menyatu di aduk-aduk ombak lalu pecah dihantam karang...

Dari Pringsewu aku melangkah ke Bandar Lampung lalu tiba di sini... Ranau....
Dari Pringsewu ku kantongi selembar cinta
Tiba di Bandar Lampung ku beli senyummu dengan yang selembar itu
Dan disini.... Di Danau Ranau... Senyum dan cinta itu bertemu,
tengah mematung di pucuk Seminung
tengah terombang-ambing di gelombang Ranau...

Menjumpai kamu...
Seminung, Ranau, Bandar Lampung, dan Pringsewu...
Tanah tercintaku....

Sabtu, 07 Maret 2009

Puisi

aku bicara padamu tentang cinta
dimana aralnya menyala-nyala dijalanku

dengar...

aku berkata padamu tentang hati
yang lukanya retak merambahi setiap kepingan nasibku...

lihat...

aku meratap padamu
takdir ini melingkupi risalah hidupku...

wahai engkau kekasihku..

bersaksilah atasku...

tinggalkanlah aku...